[ Kamis, 11 September 2008 ]
Ketika Para Waria Mengikuti Pelatihan Khusus Menari
Awalnya Kikuk, Lama-Lama Bisa Menikmati
Banyak anggapan, waria banyak berkiprah di jalanan. Atau sebagian lainnya terjun pada dunia salon. Tapi, anggapan itu tampaknya hendak ditepis kelompok Ludruk Karya Budaya yang justru memberdayakan mereka melalui pelatihan menari.
KHOIRUL INAYAH, Jetis
----------------------------------------------------------
SELASA (9/9) sehabis salat tarawih. Suasana di Pondok Jula Juli yang merupakan markas Ludruk Karya Budaya di Dusun Sukodono, Desa Canggu, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto mulai ramai. Satu per satu peserta diklat tari berdatangan. Kain merah menutup area parkir.
Di dalamnya telah berkumpul Sunawan, pelatih tari, Sunarto, pelatih karawitan, dan beberapa waria ludruk Karya Budaya. Cak Supali ikut nimbrung di sana. Dan, tentu saja Eko Edy Susanto, pimpinan Ludruk Karya Budaya.
Sunawan, alumnus SMAN 1 Gedeg mulai mengenakan sampur dan berdiri di depan. Para waria malu-malu dan agak kikuk mulai menari mengikuti Sunawan. Mereka antara lain, Naning (nama KTP: Nanang, asal Pendowo, Bangsal), Sonya (Anam Hidayatulloh, Sawahan, Bangsal), Dini (Udin, Suronatan), Bibin (Bintoro, asal Banjarsari, Jetis), Rosa (Samsul, Mlirip), Very (Canggu), dan Okid (Oki, Mentikan). Toh akhirnya mereka menikmati juga latihan menari malam itu sampai pukul 22.00.
''Saya tidak mencetak penari dalam diklat kali ini. Saya hanya berharap, kawan-kawan waria lebih mencintai dunia tari,'' kata Sonawan.
Kali ini, dia melatih tari berjudul Solah Kemuning. Solah artinya semangat, kiprah, perjuangan. Kemuning artinya simbol bunga panggung. ''Dan, saya mengucapkan terima kasih kepada Abah Edy yang telah memberi kesempatan saya melatih tari,'' jelas Sunawan.
Sudah menjadi hal rutin selama Bulan Ramadan ludruk Karya Budaya off tanggapan. Waktu luang tersebut, kita manfaatkan dengan program peningkatan SDM. Untuk tahun ini dan baru kali pertama pelatihan itu berupa pelatihan tari.
''Kita berharap, nantinya dapat bermanfaat dalam atraksi di atas panggung. Kalau yang nanggap puas, toh keuntungan juga kembali ke Ludruk Karya Budaya. Latihan tari diadakan sebanyak 10 kali. Setiap peserta kami beri uang transpor,'' jelas Abah Edy, panggilan Eko Edy Susanto di sela-sela istirahat latihan.
Tradisi lain bagi ludruk Karya Budaya adalah, memberi tali asih sebelum Bulan Ramadan kepada 70 anggota Karya Budaya. ''Untuk kali ini tiap anggota mendapat seratus ribu rupiah. Baru akhir tahun nanti akan diadakan pembagian yang lebih besar. Tiap tanggapan terop kami sisihkan Rp 500 ribu. Sampai hari ini sudah terkumpul Rp 60 juta, dari 120 tanggapan terop,'' kata Abah Edy.
Cak Supali secara pribadi ikut membagi tali asih kepada seluruh anggota Ludruk Karya Budaya berupa paket sembako senilai seratus ribu rupiah. ''Saya ingin mensyukuri nikmat Allah SWT, karena tanggapan saya di luar Ludruk Karya Budaya ternyata masih laris mbanyumili,'' kata Cak Supali sembari membetulkan kopiah putihnya.
Pada 17 September nanti, Cak Supali dan Ludruk Karya Budaya akan mengadakan shooting untuk sebuah perusahaan rekaman. Lokasinya di Pondok Jula Juli, antara lain merekam lagunya Taman Brantas Indah (TBI), salah satu tempat wisata di SOR Brantas. Senin (8/9), Cak supali berlatih bersama Cak Run -salah satu panjak muda andal- di sekretariat Dewan Kesenian Kota Mojokerto.
Sedangkan Sunawan, pelatih tari kali ini, merupakan pria kelahiran Mojokerto, 9 Maret 1978. Dia merupakan salah satu penata tari berbakat. Beberapa karya tarinya antara lain, Durgo Gugat (2001, Surabaya), Sumpah Palapa (2002, HUT Kostrad di Jakarta), Empluk Markona (2005, Surabaya), Kemuning (2006, Surabaya), Kembang Kemuning (2007, di Festival Seni Mojopahit). (yr)
Post a Comment
Post a Comment