Menu
 


JUARA II LOMBA KETERAMPILAN PENYANDANG CACAT (ABILIMPIK)
Terinspirasi Membuat Kaki Palsu, karena Kakinya Juga Palsu
Keterbatasan bisa jadi potensi. Setidaknya, itulah yang dibuktikan oleh Sugeng Siswoyudono. Setelah hampir 10 tahun memakai kaki palsu, bapak empat orang anak ini pun terinspirasi untuk membuat kaki palsu untuk orang lain.

ROJIFUL MAMDUH, Mojosari

LAKI-LAKI 45 tahun yang kini tinggal di Kelurahan Kauman, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto ini tampak bersahaja. Raut wajahnya senantiasa dipenuhi optimisme dan senyum ceria. Sehari-hari, laki-laki yang sejak tahun 1981 kehilangan kaki kanannya ini banyak menerima tamu, khususnya para pemesan kaki palsu.
Sugeng, tidak pernah larut menyesali kecelakaan yang dialaminya saat kelas II SMA. Karena justru dari situlah kini dia dapat membantu sesamanya. Membuatkan kaki atau tangan palsu. Hingga mereka bisa kembali beraktivitas dengan kaki atau tangan. Meskipun sebelumnya telah diamputasi. Sebagaimana yang pernah dialaminya sendiri.
Berkat kebesaran hatinya, Sugeng justru mampu mengukir prestasi di tengah keterbatasannya. Pada lomba abilimpik tingkat nasional (lomba keterampilan penyandang cacat) di Jakarta 30 Oktober-2 November lalu, dia tercatat sebagai juara kedua. Walaupun sebenarnya dia layak menjadi juara pertama. "Lomba bukan tujuan. Karena yang penting saya bisa membantu sesama. Saya juga senantiasa melakukannya dengan ikhlas," ungkapnya.
Dalam lomba abilimpik itu, Sugeng menyuguhkan karya terbaiknya. Yaitu membuat kaki palsu dari bahan fiber, spon dan kayu. Kaki buatannya lebih luwes, simpel dan fleksibel dari lainnya. Bisa digerakkan hingga 45 derajat. Bisa untuk memakai sandal ataupun sepatu. Juga bisa diberi aneka aksesoris, misalnya tato.
Hanya, karya itu banyak dikritik oleh dewan juri. Alasannya, kaki buatannya dinilai kurang aman. Karena tidak menggunakan sabuk pengaman sebagaimana lainnya. Karena juri menilai secara kaku, yang menurut Sugeng membatasi kreativitas. "Bukannya tidak mengikuti standar. Karena sebenarnya, kalau kakinya sudah tidak ada sama, itu memang harus menggunakan pengaman. Tapi, jika kakinya masih ada, tidak menggunakan pengaman juga tidak masalah," paparnya.
Apalagi selama ini tidak ada pengguna kaki buatannya yang menyampaikan keluhan. Bahkan, banyak pengguna yang memujinya. Selain karena lebih murah, juga lebih kreatif. "Orang yang memakainya bilang lebih percaya diri," guraunya.
Selama ini kaki palsu buatan Sugeng telah banyak beredar. Bukan hanya di Mojokerto, tapi juga di Surabaya, Jawa Tengah dan daerah lainnya. Bahkan, ada pelanggan yang sampai berulang kali pesan kepadanya.
Hanya, semua itu menuntut kesabaran yang tinggi. Karena seringkali orang yang membutuhkan kaki palsu berasal dari keluarga kurang mampu. Hingga dia pun harus rela menggratiskannya.
Dan sepertinya, Sugeng sangat akrab dengan kondisi itu. Sampai-sampai, dia tidak pernah menentukan tarif kaki palsu buatannya. "Pemesan selalu saya tawari, bahannya beli sendiri atau dibelikan," ungkapnya. Bila dibeli sendiri, dia tidak pernah menentukan ongkos. "Bahkan, seringkali tidak pakai ongkos. Karena memang mereka benar-benar tidak mampu," tukasnya.
Apabila dia sendiri yang harus membeli bahannya, yang terpenting baginya modal kembali. "Prinsip saya sejak awal memang ikhlas menolong sesama. Karena yang pesan adalah orang yang sangat membutuhkan," ungkapnya.
Tak jarang, dia bahkan harus menelan ludah dari jerih payahnya. Karena alih-alih dapat untung atau kembali, berulang kali dia justru harus menanggung rugi.
Salah satunya saat ada pemesan asal Brebes Jawa Tengah yang datang. Ketika itu, dia minta dikirim sepasang kaki palsu. Tapi, ternyata setelah barang dikirim, orang tersebut hanya memberi uang Rp 50 ribu.
Padahal, kaki palsu buatan Sugeng dari segi harga sudah terbilang sangat murah. Untuk kaki palsu di tempat lain dijual Rp 3 juta hingga Rp 5 juta, Sugeng bisa menjualnya hanya dengan harga Rp 500 ribu hingga Rp 800 ribu. (*)

Post a Comment

 
Top