Menu
 

Radar Mojokerto
[ Sabtu, 26 Juli 2008 ]
Imam Mas Wahyudi, 40 Tahun, Diinggapi Tumor di Pantatnya
Tak Pernah Dioperasi, Pertumbuhan Kaki Terganggu dan Tak Bisa Jalan

Sejak dilahirkan hingga sekarang, laki-laki kelahiran 25 Maret 1968 ini tak pernah merasakan berjalan sendiri. Pertumbuhan kakinya mengalami gangguan akibat tumor di pantat yang dideritanya. Kini, kedua tangan dan sepeda butut hasil modifikasinya yang tetap setia membantunya.

ABI MUKHLISIN, Mojosari

-------------------------------------------------------------

DI rumahnya yang sederhana di Desa Jotangan, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Imam, panggilan akrab Imam Mas Wahyudi, sedang duduk di ruang tamu. Selama itu, dia terlihat tidak nyaman. Sekuat tenaga dia berusaha menahan tubuhnya untuk tidak bersandar di kursi.

Kaos warna ungu yang dikenakannya terlihat tidak rapi. Selain ukurannya yang besar, juga di bagian belakang sedikit menonjol. Kaos tersebut terdorong tumor yang tumbuh di antara pinggang dan pantat. Pun karena itulah, ketika duduk, dia tidak bisa bersandar. Ada rasa sakit yang menderanya.

Siang tampak mulai beranjak sore. Imam yang ketika itu ditemani saudara dan bapaknya masih duduk santai. ''Saya pernah sekolah di SLB Mojosari. Tapi, hanya sampai SD," ungkap Imam sembari memainkan jemarinya.

Saat dilahirkan, tumor yang diderita anak kedua pasangan Talkim, 68, dan Siti Suwarni, 60, ini tidak sebesar sekarang. Melainkan hanya benjolan kecil di pantatnya. Waktu berjalan, benjolan tersebut terus membesar. ''Dulu hanya pelenting. Kita tidak tahu itu tumor," ungkap Talkim, ayahnya yang kala itu duduk di sampingnya.

Tak tega melihat kondisi anaknya, orang tuanya berusaha memeriksakan ke medis. Hasilnya, bak petir di siang bolong, benjolan yang semula hanya dianggap pelenting biasa, ternyata tumor. Jalan satu-satunya harus operasi. ''Kata dokter itu memang tumor. Tapi, belum dioperasi," ungkapnya.

Haru bercampur kasihan. Mungkin suasana yang saat itu menyelimuti pasutri lima anak ini. Satu sisi, besar keinginan bisa membebaskan derita anaknya itu dengan operasi. Di sisi lain, kemampuan ekonomi tidak mampu. Talkim yang hanya bekerja sebagai tukang kayu, sudah tidak kuat. Apalagi, kondisinya sekarang yang tidak bekerja akibat sesak napas yang diderita. ''Jadi, sampai sekarang belum dioperasi. Kita tidak mempunyai uang," tuturnya.

Sabar dan selalu berharap ada jalan keluar, terus dijalani Imam. Kini, usianya sudah 40 tahun. Dengan tumor yang masih bercokol di tubuhnya, Imam tak bisa berjalan. Kalau mau jalan-jalan, terpaksa kedua tangannya yang membawa tubuhnya. ''Kalau ingin menemui teman-teman, saya ya naik sepeda ini," kata Imam menunjuk sepeda butut hasil modifikasi dengan pengayuh di tangan.

Tak banyak yang bisa dilakukan dengan kondisinya tersebut. Selain sekolah hanya sampai tingkat SD, dia juga tidak bisa bekerja. Tumor itu seolah yang membatasi aktivitasnya. Rasa sakit yang terus mendera, masih belum seberapa jika melihat akibat serangan tumor. Kakinya tidak bisa berjalan, karena pertumbuhannya yang terganggu.

Sekali lagi, Imam berharap bisa operasi. Usianya yang telah 40 tahun, tak menghalanginya untuk bisa memberikan sesuatu yang berharga. Untuk keluarga dan sesama. Apalagi, melihat kondisi keluarganya. Di rumah sederhana yang berada di gang kecil Desa Jotangan itu, Imam dan kedua orang tuanya tinggal. (yr)

Post a Comment

 
Top