RADAR MOJOKERTO Kamis, 04 Sept 2008
M. Muslik, Pianis Tunanetra yang Bergelimang Prestasi
Pernah Juara Azan, Terganjal Wakili Kabupaten karena Sekolah SLB
Kebutaan alias tunanetra, bukan halangan dan harus berpangku tangan menunggu ketentuan nasib. M. Muslik membuktikannya. Buah dari upayanya belajar, siswa SLB Mojosari asal Pandansari Desa Simbaringin Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto itu mengukir banyak prestasi.
ABI MUKHLISIN, Mojosari
---
DI salah satu ruangan SLB Mojosari, Muslik terlihat sibuk menata keyboard. Dari caranya membuka pembungkus alat musik itu dan pengoperasiannya, anak ketiga pasangan Waidi-Sri Mulyanti itu sudah terbiasa. Tak lama, jemarinya mulai lincah menyapa. Tak butuh waktu lama untuk memulai memainkan alat musik piano yang merupakan inventaris sekolah itu.
Satu, dua hingga tiga kali sentuhan jemarinya yang lincah memainkan tuts-tuts piano, musik rancak berirama dangdut memenuhi ruangan itu. Keterbatasan fungsi penglihatan yang ada pada dirinya, tak sedikitpun berpengaruh. Jemarinya tetap lincah memainkan alat itu. Dia enjoy, dan bahkan menikmati sendiri hasil permainan musiknya.
Itu nampak sekali dari badannya yang sedikit bergoyang-goyang. Melengkapi kemahirannya bermain musik, di sela-sela jari-jarinya bekerja, dia pun ikut bernyanyi.
"Kering sudah rasanya air mataku. Terlalu banyak sudah yang tertumpah…." penggalan syair lagu Gelandangan adalah salah satu yang dinyanyikan. Dia mengaku sangat mengenang lagu itu. Sebab, lagu karya Rhoma Irama itu dipelajari waktu kali pertama dia belajar musik kepada Purnomo, kepala sekolah (Kasek) SLB Mojosari. "Selain lagu Gelandangan ini, saya masih ingat waktu itu diajari lagunya Koes Plus," ungkap Muslik yang sudah sering tampil mengiringi penampilan sejumlah penyanyi.
Dengan kemahiran yang dimiliki, pemuda kelahiran Mojokerto 22 April 1990 itu ingin membentuk grup band. Didukung Kasek tempatnya mengais ilmu, sekarang sudah berhasil mengumpulkan beberapa orang temannya sesama tunanetra. Sesuai keahlian masing-masing, mereka siap bermain musik bareng. "Tapi, alat musiknya yang belum lengkap. Belum ada drum, bass, ritem dan kendang," katanya yang langsung diiyakan kasek.
Selain terus dibimbing Purnomo, untuk mahir bermain musik, selama ini Muslik banyak belajar dari kaset. Bermodal VCD player di rumahnya, dia selalu mendengarkan musik.
Tak hanya lagu lagu-lagu lama, namun berkat upaya itu, dia juga menguasai lagu-lagu baru di era sekarang. Saat itu juga dia membuktikan dengan bermain musik dan menyanyikan sendiri lagu milik Letto berjudul Sebelum Cahaya. Pun, dengan lagu dan irama yang bernafaskan religi.
Muslik bisa dibilang mutiara yang terpendang. Di balik keterbatasan yang ada pada dirinya, diam-diam memiliki banyak kelebihan. Selain mahir bermain musik, dia juga mahir berolah vokal. Tak banyak orang tahu, jika ternyata Muslik, pemuda tunanetra yang lahir dari keluarga petani ini juara I lomba azan se-Kabupaten Mojokerto untuk umum.
Namun, keberuntungan belum berpihak. Hanya gara-gara dia SLB tidak bisa sampai ke tingkat Jatim. "Saat itu, pada tahun 2005, dia diberangkatkan sekolah untuk mengikuti lomba azan itu," ungkap Kasek SLB Mojosari, Purnomo yang siang itu terus mendampingi Muslik.
Bahkan, tambah Purnomo, pemuda yang telah memutuskan cita-citanya menggeluti musik itu juga pandai. Pada tahun 2006, dia berhasil merebut juara I lomba IPS tingkat Jatim untuk SLB. Dia pun berhak mewakili Jatim ke arena tingkat nasional. "Tapi ternyata yang nasional gagal digelar," katanya.
Kini, dia sedang berupaya mengasah kepandaiannya dalam mata pelajaran matematika. Dia mempersiapkan diri mewakil Kabupaten Mojokerto untuk lomba Matematika SMPLB yang bakal digelar di Malang pada tanggal 17 Maret nanti. "Di SLB ini, kepandaian Muslik, memang di atas rata-rata," katanya. Tekad Muslik sudah bulat. Tanpa harus minder dengan keterbatasan yang dimiliki, dia akan terus belajar. Belajar dan belajar. (yr)
Post a Comment
Post a Comment